Friday, July 7, 2017
Wednesday, July 5, 2017
Kebugaran Jasmani
Oleh : Arif Teguh Santoso
1.
Pengertian Kebugaran Jasmani
Kebugaran
jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari
tanpa menimbulkan kelelahan dan bisa melakukan aktivitas dikeesokan hari secara
maksimal. Giriwoyo (2012:49) menyatakan kebugaran jasmani adalah derajat sehat
dinamis yang mampu mendukung segala aktivitas dalam kehidupan sehari-hari tanpa
terjadi kelelahan yang berlebihan, dan kelelahan itu pulih kembali sebelum
datang tugas yang sama pada keesokan harinya. Berkaitan juga dengan pengertian
kebugaran jasmani Nugroho (2010:5) mengemukakan bahwa kebugaran jasmani adalah
kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas pekerjaanya sehari-hari tanpa
menimbulkan kelelahan yang berarti dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk
menikmati waktu luang serta untuk keperluan mendadak.
2.
Komponen-komponen Kebugaran Jasmani
Untuk mencapai kondisi fisik yang bugar dan
sehat maka ada sepuluh komponen yang harus diperhatikan. Nala (1998:7)
menyatakan “kesepuluh komponen kesegaran jasmani (physical fitness)”, yaitu: (a) Daya tahan kardiovaskular (kardiovascular endurance), (b) Daya
tahan otot (muscular endurance), (c)
Kekuatan otot (muscle strength), (d)
Kelentukan (flexibility), (e)
Komposisi tubuh (body composition,
berat badan tanpa lemak), (f) Kecepatan gerak (speed movement), (g) Kelincahan (agility), (h) Keseimbangan (balance),
(i) Kecepatan reaksi (reaction time),
(j) Koordinasi (coordination).
a.
Daya Tahan Kardiovaskular
Daya
tahan kardiorespirasi mencakup kemampuan jantung, paru-paru, dan pembuluh darah
dalam menyuplai oksigen untuk otot-otot yang bekerja dalam waktu yang lama.
Sumintarsih (2007:28-29) menyatakan daya tahan kardiorespirasi menggambarkan
kemampuan dan kesanggupan melakukan kerja dalam keadaan aerobik, artinya
kemampuan dan kesanggupan sistem peredaran darah pernafasan, mengambil dan
mengadakan penyediaan oksigen yang dibutuhkan. Selaras dengan pendapat tersebut
di atas Nurhasan (2005:3) menyatakan daya tahan kardiovaskular adalah kemampuan
seseorang untuk melakukan aktivitas fisik secara kontinyu dalam waktu yang
relatif lama dengan intensitas sub maksimal.
b.
Daya Tahan Otot
Seseorang
yang memiliki daya tahan otot yang baik, mampu melakukan kerja berulang-ulang
dengan beban yang relatif kecil tetapi kontinyu dan tidak mengalami kelelahan
yang berarti. Menurut Nala (1998:8) “daya tahan otot yaitu kemampuan otot
skeletal untuk melakukan kontraksi atau gerakan berulang-ulang dalam jangka
waktu yang lama dengan beban tertentu”. Irianto (2004:4) menyatakan daya tahan
otot adalah kemampuan otot melakukan serangkaian kerja dalam waktu yang lama. Kemampuan otot tergantung
pada tingkat keterlatihan otot untuk digunakan, semakin sering otot atau
sekelompok otot digunakan maka semakin sering otot berkontraksi. Nurhasan
(2005:3) menyatakan daya tahan otot adalah kemampuan sekelompok otot dalam melakukan
kontraksi secara kontinyu dalam waktu yang relatif lama dengan beban sub
maksimal.
c.
Kekuatan Otot
Kekuatan
adalah kemampuan sekelompok otot dalam menahan beban secara maksimal. Nurhasan
(2005:3) menyatakan kekuatan adalah kemampuan sekelompok otot dalam menahan
beban secara maksimal. Jadi kekuatan otot adalah kemampuan otot untuk sekali
bekerja melawan beban maksimal.
d.
KelentukanFleksibilitas adalah kemampuan gerak maksimal
suatu persendian. Kemampuan gerak sendi akan meningkat bila sendi dan otot
sering dilatih, kemampuan ini meliputi otot, otot kerangka tubuh, dan sendi (Sumintarsih,
2007:29). Menurut Nala (1998:9) “kelentukan (flexibility) merupakan kesanggupan tubuh atau anggota gerak tubuh
untuk melakukan gerakan pada sebuah atau beberapa sendi seluas-luasnya.
Biasanya dikaitkan dengan gerakan otot skeletal yang besar dan kemampuan
kinerjanya”.
e.
Komposisi Tubuh
Komposisi tubuh adalah presentase berat tubuh
berupa lemak dengan berat tubuh tanpa lemak. Irianto (2004:4) menyatakan
komposisi tubuh adalah perbandingan berat tubuh berupa lemak dengan berat tubuh
tanpa lemak yang dinyatakan dalam presentase lemak tubuh. Selaras dengan pendapat
tersebut Sumintarsih (2007:29) menambahkan komposisi tubuh berhubungan dengan
pendistribusian otot dan lemak di
seluruh tubuh.
f.
Kecepatan GerakKecepatan gerak adalah kemampuan melakukan
aktivitas secara berulang ulang dan dalam waktu yang singkat. Menurut Nala
(1998:8) “kecepatan merupakan kemampuan untuk mengerjakan suatu aktivitas
berulang yang sama serta berkesinambungan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya”.
Sukadiyanto dan Muluk (2011:118) menyatakan kecepatan gerak merupakan kemampuan
seseorang melakukan gerak atau serangkaian gerak dalam waktu secepat mungkin. Selaras
dengan pendapat tersebut Ambarukmi dkk (2007:43) menyatakan “kecepatan adalah
waktu yang dibutuhkan untuk menggabungkan suatu gerak pada sebuah sendi atau
gerak tubuh secara menyeluruh.
g.
Kelincahan
Menurut Nala (1998:9) “kelincahan merupakan
kemampuan tubuh untuk mengubah arah gerakan secara mendadak dalam kecepatan
yang tinggi”. Sejalan dengan pendapat tersebut Sajoto (1988:56) menyatakan
kelincahan merupakan kemampuan merubah arah dengan cepat dan tepat, selagi
tubuh bergerak dari satu tempat ke tempat lain.
h.
Keseimbangan
Nala (1998:10) menyatakan “keseimbangan
merupakan kemampuan tubuh untuk melakukan reaksi atas setiap perubahan posisi
tubuh, sehingga tubuh tetap stabil terkendali”. Sejalan dengan pendapat di atas
Sajoto (1988:54) menyatakan keseimbangan merupakan kemampuan tubuh untuk
mempertahankan posisi, dalam bermacam-macam gerakan.
i.
Kecepatan ReaksiMenurut Nala (1998:10) “kecepatan reaksi
adalah kemampuan tubuh atau anggota tubuh untuk bereaksi secepat mungkin ketika
ada rangsangan yang diterima oleh reseptor somatik, kinestetik, atau vestibular”.
Sajoto (1988:54) menyatakan kecepatan merupakan kemampuan untuk menempuh jarak
tertentu, terutama jarak pendek, dalam waktu sesingkat-singkatnya. Kecepatan
dipengaruhi oleh waktu reaksi, yaitu waktu mulai mendengar aba-aba sampai gerak
pertama dilakukan, maupun waktu gerak, yaitu waktu yang dipakai untuk menempuh
jarak. Waktu reaksi tergantung pada proses rangsang syaraf pendengaran dan
syaraf perintah.
j.
Koordinasi
Menurut Sukadiyanto dan Muluk (2011:149) “koordinasi
merupakan ketepatan dan gerak yang ekonomis, dengan demikian koordinasi
merupakan hasil perpaduan kinerja dari kualitas otot, tulang dan persendian
dalam menghasilkan satu gerak yang efektif dan efisien”. Nala (1998:10)
menyatakan “koordinasi merupakan kemampuan tubuh untuk mengintegrasikan
berbagai gerakan yang berbeda menjadi gerakan tunggal yang harmonis dan efektif”.
3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebugaran
Jasmani
Selain
komponen kebugaran jasmani tersebut juga ada beberapa faktor yang mempengaruhi
peningkatan kebugaran jasmani. Irianto (2004:7-10) menyatakan ada beberapa hal
yang menunjang kebugaran jasmani, yaitu:
(a). Makan,
untuk mempertahankan hidup manusia memerlukan makan yang cukup, baik kualitas
maupun kuantitas, yakni memenuhi syarat makanan sehat berimbang, cukup energi,
nutrisi dan gizi bermanfaat untuk mendapatkan kebugaran jasmani yang baik, (b).
Istirahat, tubuh manusia tersusun atas organ, jaringan, dan sel yang memiliki
kemampuan kerja terbatas. Seseorang tidak akan mampu bekerja terus-menerus
sepanjang waktu tanpa berhenti. Kelelahan adalah salah satu indikator
keterbatasan fungsi tubuh manusia. Untuk itu istirahat sangat diperlukan agar
tubuh memiliki kesempatan melakukan recovery
(pemulihan) sehingga dapat melakukan kerja dan aktivitas sehari-hari dengan
nyaman, (c). Berolahraga, merupakan salah satu alternatif yang paling efektif
dan aman untuk memperoleh kebugaran jasmani karena memiliki banyak manfaat,
antara lain manfaat jasmani (meningkatkan kebugaran jasmani), manfaat psikis
yaitu lebih tahan terhadap stres dan lebih mampu untuk berkonsentrasi, dan
manfaat sosial dapat menambah rasa percaya diri, sarana interaksi dan
bersosialisasi. Adapun manfaat lain dari latihan kebugaran jasmani adalah
penambahan kekuatan dan daya tahan mampu membantu dalam melaksanakan tugas
sehari-hari karena tidak lekas lelah, latihan mampu membantu memelihara
kesehatan jantung dan pembuluh darah, gerak yang baik dan bermanfaat bagi tubuh
manusia.
Hal serupa
Tes Kesegaran Jasmani https://santosoatsportscience.blogspot.com/2021/04/tes-kesegaran-jasmani.html
Sunday, July 2, 2017
Sistem Energi Saat Latihan Olahraga
Arif Teguh Santoso, S.Or
SISTEM ENERGI
Setiap melakukan
olahraga selalu memerlukan energi untuk melakukan aktivitas fisik. Sukadiyanto
dan Muluk (2011: 35) menyatakan setiap jenis aktivitas fisik, terutama dalam
olahraga selalu menuntut penggunaan dan pengeluaran energi untuk kerja sehingga
diperlukan ketersediaan energi secara khusus yang disimpan didalam otot.
Ambarukmi, dkk (2007: 6) menyatakan untuk bergerak tubuh manusia memerlukan
energi yang dihasilkan melalui sebuah sistem energi, meliputi: sistem aerobik dan sistem anaerobik.
Tabel 2.2.
Sistem Energi
Sistem
Energi
|
Lama (DT)
|
Sumber
Energi
|
Observ
|
Anaer. Alaktik
|
1-4
|
ATP
|
-
|
Anaer. Alaktik
|
4-20
|
ATP, PC
|
-
|
Anaer. Alaktik +
Anaer. Laktik
|
20-45
|
ATP, PC, Glukosa
|
Terbentuk asam
laktat
|
Anaer. Laktik
|
45-120
|
Glikogen
|
Asam laktat
berkurang
|
Aerobik
|
120 >
|
Glikogen, Lemak
|
Pemakaian lemak semakin meningkat
|
(Sumber: Ambarukmi, dkk, 2007: 7).
1.
Sistem Aerobik
Sistem aerobik merupakan
reaksi kimiawi yang memerlukan adanya bantuan oksigen. Sistem energi aerobik yaitu proses untuk menghasilkan
energi dengan memerlukan oksigen, bahan baku berupa glukosa dan glikogen
melalui glikolisis aerobik, selain itu untuk aktivitas yang lebih lama
diperlukan sumber energi lemak dan protein (Ambarukmi, dkk 2007: 7). Selaras dengan
pendapat tersebut ( Sukadiyanto
dan Muluk, (2011: 39) menyatakan sistem
aerobik berarti ada bantuan oksigen,
sehingga metabolisme aerobik adalah menyangkut serentetan reaksi kimiawi yang
memerlukan bantuan adanya oksigen. Setelah proses pemenuhan energi berlangsung
selama kira-kira 120 detik, maka asam laktat sudah tidak dapat diresintesis
menjadi sumber energi. Untuk itu, diperlukan oksigen (O2) untuk
membantu proses resistensi asam laktat mejadi sumber energi kembali. Oksigen (O2)
diperoleh melalui sistem pernafasan, yakni dengan menghirup udara.
Oksigen yang masuk melalui sistem pernafasan digunakan untuk membantu pemecahan
senyawa glikogen dan karbohidrat. Dengan adanya oksigen, maka pemecahan
glikogen secara penuh menjadi karbondioksida (CO2 dan air (H2O) yang
akan menghasilkan ATP.
Menurut
Sukadiyanto dan Muluk (2011: 40) Ciri-ciri
aerobik adalah sebagai berikut:
a)
Intensitas kerja sedang
b)
Lama kerja lebih dari 3 menit
c)
Irama gerak (kerja) lancer dan terus-menerus.(kontinyu)
d) Selama aktivitas
menghasilkan karbondioksida dan air (CO2 + H2O).
2.
Sistem
Anaerobik
Sistem anaerobik merupakan
reaksi kimiawi yang tidak memerlukan adanya bantuan oksigen. Sukadiyanto dan
Muluk (2011: 37) menyatakan “sistem anaerobik adalah serentan reaksi kimiawi
yang tidak memerlukan adanya oksigen”. Dalam sistem metabolisme energi
anaerobik dibedakan menjadi dua sistem, yaitu (1) aerobik alaktik dan (2) anaerobik
laktik. Hal serupa juga dikemukakan Ambarukmi,
dkk (2007: 7) menyatakan sistem energi anaerobik yakni proses untuk
menghasilkan energi tanpa adanya oksigen, sistem ini dibedakan menjadi dua
yakni: sistem anaerobik alaktik dan sistem anaerobik laktik.
Sistem anaerobik alaktik adalah
sistem ATP-PC dan sistem aerobik laktik adalah sistem glikolisis (asam laktat).
Dalam proses pemenuhan kebutuhan energi, sistem anaerobik alaktik tidak
menghasilkan asam laktat, sebaliknya sistem energi anaerobik laktik dalam
prosesnya menghasilkan asam laktat. Kedua sistem energi anaerobik tersebut
sama-sama tidak memerlukan bantuan oksigen selama dalam proses pemenuhan energi
(Sukadiyanto dan Muluk, 2011: 37). Ambarukmi,
dkk (2007: 7) menyatakan sistem anaerobik alaktik merupakan sumber energi yang
diperoleh dari pemecahan ATP dan PC yang tersedia dalam tubuh tanpa menimbulkan
terbentuknya asam laktat. Proses pembentukan energi sangat cepat, namun hanya
mampu menyediakan energi sangat sedikit untuk aktivitas sangat singkat.
Sedangkan sistem anaerobik laktik yaitu sumber energi diperoleh melalui
pemecahan glukosa darah dan glikogen otot lewat glikolisis anaerobik. Sistem
ini selain menghasilkan energi juga menimbulkan terbentuknya asam laktat.
Proses pembentukan energi berjalan cepat, digunakan untuk aktivitas singkat.
Olahraga untuk Performa Atlet
Arif Teguh Santoso, S.Or
Performa atlet
merupakan salah satu penentu kemenangan pada sebuah pertandingan. Performa
atlet pada sebuah pertandingan berhubungan dengan berbagai hal, yaitu kemampuan
yang dimiliki, psikologi atlet saat bertanding, kebugaran jasmani atlet,
latihan yang dilaksanakan sebelum pertandingan dan didukung oleh asupan
karbohidrat selama pertandingan serta status hidrasi (Armina Immawati, 2011:
1).
Kebugaran jasmani
sangat diperlukan oleh atlet agar dapat menjaga performanya selama menjadi
atlet. Kebugaran jasmani dapat menunjang penguasaan teknik, taktik, dan
kematangan mental bertanding. Setiap cabang olahraga menuntut kebugaran jasmani
yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristiknya. Selain itu kebugaran jasmani
juga mempunyai dasar fisiologis yang berbeda satu sama lain, tidak semua cabang
olahraga menuntut komponen-komponen kebugaran yang sama (Pranatahadi, 2008:
51).
Kebugaran jasmani merupakan kesanggupan dan kemampuan tubuh untuk
melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap pembebasan fisik yang diberikan
tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Tidak menimbulkan kelelahan
yang berarti maksudnya adalah setelah seseorang melakukan suatu kegiatan atau
aktivitas, masih mempunyai cukup semangat dan tenaga untuk menikmati waktu
senggangnya dan untuk keperluan-keperluan lainnya yang bersifat mendadak.
Kebugaran jasmani dapat diperoleh dengan cara latihan. Djoko Pekik
Irianto, dkk (2009: 1), menyatakan bahwa latihan merupakan langkah
penyempurnaan berolahraga melalui pendekatan ilmiah, khususnya prinsip-prinsip
pendidikan, secara teratur dan terencana sehingga mempertinggi kemampuan dan
kesiapan olahragawan. Latihan juga merupakan suatu program pengembangan atlet
untuk bertanding, berupa peningkatan keterampilan dan kapasitas energi.
Untuk mendapatkan hasil latihan yang maksimal maka diperlukan proses yang
sistematis untuk meningkatkan kebugaran atlet sesuai dengan cabang olahraga
yang dipilih.
Latihan pada dasarnya
adalah pemberian beban pada tubuh sehingga menimbulkan tanggapan tubuh berupa
respon dan adaptasi. Respon merupakan tanggapan langsung tubuh saat proses
latihan yang bersifat sementara, meliputi dada berdebar, detak jantung
meningkat, frekuensi nafas meningkat, suhu tubuh meningkat, keringat bertambah
banyak, terasa mual dan sesak nafas. Sedangkan adaptasi merupakan tanggapan
tubuh terhadap pembebanan latihan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama dan
bersifat relative permanen, meliputi: adaptasi morfologis, fisiologis-biokemis,
dan psikologis (Djoko Pekik Irianto, dkk, 2009: 6). Pernyataan ahli tersebut
dapa ditarik kesimpulan bahwa dalam proses berlatih melatih diperlukan berbagai
pengetahuan pendukung agar latihan dapat berhasil sesuai dengan yang
diharapkan. Pengetahuan pendukung tersebut seperti pengetahuan tentang anatomi,
fisiologi, biomekanik, pengukuran, psikologi, ilmu gizi, dan sebagainya.
Keberhasilan dalam proses latihan sangat tergantung dari kualitas latihan yang
dilaksanakan, karena proses latihan merupakan perpaduan kegiatan dari berbagai
factor pendukung. Kualitas latihan terutama ditentukan oleh keadaan dan
kemampuan pelatih serta olahragawan. Keduanya harus memiliki kemampuan,
kemauan, dan komitmen yang tinggi untuk memperoleh hasil yang terbaik. Pada
atlet harus mempunyai kesiapan seperti factor fisik, teknik, taktik, psikis,
dan sosiologi. Sedangkan pada pelatih harus mempunyai kesiapan seperti
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi dari proses berlatih dan
melatih (Sukadiyanto dan Dangsina Muluk, 2011: 3).
1.
Sasaran
Latihan
Latihan
mempunyai sasaran yang diperlukan sebagai pedoman dan arah yang diacu oleh
pelatih maupun atlet dalam menjalankan program latihan. Diantaranya menurut Djoko
Pekik Irianto, dkk ( 2009: 2), yaitu:
a. Perkembangan
Fisik Multilateral
Atlet memerlukan
pengembangan fisik secara menyeluruh (multilateral) berupa kebugaran sebagai
dasar pengembangan aspek lainnya yang diperlukan untuk mendukung prestasinya.
b. Perkembangan
Fisik Khusus Cabang Olahraga
Setiap atlet memerlukan
persiapan fisik khusus sesuai cabang olahraganya, misalnya pemain voli
memerlukan power otot tungkai yang baik, dan pesenam memerlukan kelentukan yang
sempurna.
c. Faktor
Teknik
d. Kemampuan
biomotor seorang atlet dikembangkan berdasarkan kebutuhan teknik cabang
olahraga tertentu untuk meningkatkan efesiensi gerakan.
e. Faktor
Taktik
Siasat memenangkan
pertandingan merupakan bagian dari tujuan latihan dengan mempertimbangkan
kemampuan kawan, kekuatan dan kelemahan lawan serta kondisi lingkungan.
f. Aspek
Psikologis
Kematangan psikologis
diperlukan untuk mendukung prestasi atlet. Latihan psikologis bertujuan
meningkatkan disiplin, semangat, daya juang, kepercayaan diri dan keberanian.
g. Faktor
Kesehatan
Kesehatan merupakan
bekal yang perlu dimiliki seorang atlet, sehingga perlu pemeriksaan secara
teratur dan perlakuan (treatment)
untuk mempertahankannya.
h. Pencegahan
Cedera
Cedera merupakan
peristiwa yang paling ditakuti oleh atlet, untuk itu perlu upaya pencegahan
melalui peningkatan kelentukan sendi, kelenturan, dan kekuatan otot.
Upaya menyiapkan atlet
yang mempunyai performa prima diperlukan system pembinaan dalam waktu lama yang
dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Salah satu model pembinaan yang
dapat dilakukan antara lain meliputi: kegiatan rekreatif, keterampilan tingkat
dasar, keterampilan tingkat menengah dan keterampilan tingkat tinggi. Djoko
Pekik Irianto, dkk (2009: 5), menyatakan bahwa pembinaan atlet menuju puncak
prestasi dilakukan berdasarkan piramida pembinaan prestasi olahraga terdiri
atas 3 tahapan, yaitu pemasalan, pembibitan, dan prestasi.
Hal serupa
- Tes Kesegaran Jasmani https://santosoatsportscience.blogspot.com/2021/04/tes-kesegaran-jasmani.html
- Olahraga untuk Performa Atlet https://santosoatsportscience.blogspot.com/2017/07/olahraga-untuk-performa-atlet.html
- Prinsip Latihan Dalam Olahraga https://santosoatsportscience.blogspot.com/2021/04/makalah-prinsip-latihan-dalam-olahraga.html
- Sistem Energi Saat Latihan Olahraga https://santosoatsportscience.blogspot.com/2017/07/sistem-energi-saat-latihan-olahraga.html
AKLIMATISASI LATIHAN OLAHRAGA DI LINGKUNGAN PANAS DAN DINGIN
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
KesehatanOlahraga
yang dibina oleh Bapak Dr. Sugiharto, M. S
Oleh
Arif Teguh Santoso
120621434445
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
ILMU KEOLAHRAGAAN
JURUSAN
ILMU KEOLAHRAGAAN
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Kesehatan olahraga adalah
sekumpulan Ilmu-ilmu yang membahas segala permasalahan kesehatan yang berkaitan
dengan olahraga. Olahraga di samping sebagai tujuan yaitu mencapai prestasi dalam
olahraga prestasi, hakikatnya adalah juga alat
untuk meningkatkan derajat kesehatan, yang berarti meningkatkan mutu
sumber daya manusia. Dengan demikian maka konsep dasar kesehatan olahraga adalah
pembinaan mutu sumber daya manusia
menuju sehat seutuhnya sesuai rumusan sehat Organissasi Kesehatan Dunia (WHO).
Untuk mencapai olahraga
selain Pengaturan latihan yang benar faktor lingkungan juga sangat penting.
Seperti yang diungkapkan Gallahue dan Ozmun (1998:204-205) menyatakan lingkungan
tempat tinggal seperti temperatur, iklim, ketinggian tempat tinggal, akan berdampak
terhadap perubahan fisiologis seseorang, lingkungan tempat tingggal akan berdampak
pada terjadinya adaptasi fisiologis seseorang (Gallahue dan Ozmun, 1998:204-205).
Adaptasi fisiologis merupakan perubahan sistem fisiologi yang terjadi di tubuhpada
saat seseorang berolahraga. Dengan mengetahui perubahan yang terjadi di tubuh,
seseorang dapat merancang suatu program olahraga untuk mendapatkan perubahan
optimal sesuai dengan yang diharapkan.
Semakin tinggi suatu daerah
dari permukaan air laut maka kadar oksigenya (O2) semakin sedikit. Dengan
adanya perbedaan tekanan parsial oksigen (PO2) yang terdapat di
dataran rendah dan dataran tinggi, akan berpengaruh juga pada jumlah hemoglobin
(Hb) dalam butir-butir sel darah merah. Dataran tinggi atau di daerah
pegunungan kadar oksigen dalam udara akan menurun. Agar tubuh tetap mendapat
jatah oksigen, maka alat angkutnya yang diperbanyak, yakni jumlah hemoglobin
(Hb) dalam sel darah merah akan bertambah. Pada daerah yang tinggi seperti di
pegunungan kadar oksigen dan tekanannya lebih kecil dibandingkan dengan daerah
pesisir atau dataran rendah. Karenanya perlu adaptasi fisiologis atau aklimatisasi
bagi orang yang tinggal di dataran tinggi atau di pegunungan, aklimatisasi ini
terjadi sejak seseorang lahir. Salah satu adaptasi fisiologis yang terjadi
yakni: kapasitas paru lebih besar dan kadar hemoglobin (Hb) darah menjadi
tinggi (Nala, 1992:184).
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud aklimatisasi latihan olahraga di
tempat bersuhu panas dan dingin?
2.
Bagaimanakah proses fisiologis latihan olahraga yang
baik saat berada di tempat panas dan dingin?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana aklimatisasi latihan
olahraga di tempat suhu panas dan dingin.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses fisiologis saat
berolahraga di tempat bersuhu panas dan dingin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Suhu
Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan
panas (Marie. B dan Hoehn dalam Mc
Callum, 2012 ). Jika tingkat panas yang dihasilkan setara dengan tingkat panas
yang hilang, suhu tubuh inti akan stabil.
1. Mekanisme Pengaturan Suhu Tubuh Manusia
Mekanisme tubuh untuk mempertahankan keseimbangan suhu internal disebut
thermoregulasi, mekanisme ini
sangat efektif dalam pengaturan suhu
tubuh dibawah kondisi normal, thermoregulasi bisa saja tidak dilaksanakan
tugasnya dengan baik ketika seseorang terpapar oleh suhu yang panas maupun
dingin, untungnya tubuh kita memiliki kemampuan beradaptasi pada stress yang
timbul akibat perbedaan suhu lingkungan.
Suhu tubuh yang konstan bergantung pada kemampuan seseorang untuk
menyeimbangkan antara produksi panas tubuh, akibat proses metabolisme dalam
tubuh dan suhu lingkungan, dengan jumlah panas yang dilepaskan. Fungsi dari sistem pengaturan suhu tubuh,
pada saat istirahat, aktivitas keseharian, maupun pada Saat latihan memiliki
komponen utama sebagai berikut:
a.
Pusat
pengaturan suhu (thermoregulatory center), terdapat di hypotalamus yang
berfungsi sebagai koordinator informasi yang masuk melalui sensor (afektor),
untuk kemudian memberikan reaksi lanjutan.
b.
Reseptor suhu (thermoreseptor) merupakan reseptor
sensoris, terbagi menjadi dua, reseptor pusat (Central reseptor) pada
hypothalamus dan reseptor tepi (peripheral reseptor) yang terdapat pada kulit.
sangat stimulus suhu panas dan dingin, dan memberikan input pada pusat
pengaturan suhu yang terletak di sistem syaraf pusat.
2.
Suhu Tubuh Normal Manusia
Rata – rata suhu tubuh manusia normal adalah
berkisar antara 36.5 sampai 37.5°C, pada pagi hari Bisa berkurang sarnpai 36°C, dan pada saat latihan suhu
tubuh dapat meningkat sampai mendekati40°C tanpa efek sakit karena perubahan
tersebut merupakan kondisi fisiologis yang normal. Suhu tubuh juga dapat meningkatkan adanya
perbedaan suhu lingkungan dan kelembaban udara yang relatif tinggi (Brukner dan
Purba,2006).
Suhu tubuh biasanya didefinisikan sebagai suhu dari
hipotalamus, pusat pengaturan suhu tubuh. Metode yang paling digunakan untuk mengaukur
suhu inti tubuh adalah secara oral, meskipun memiliki beberapa saat
berolahraga, peningkatan ventilasi paru akan menyebabkan terjadinya evaporasi,
yang kemudian menyebabkan penurunan suhu pada thermometer, sehingga
menghasilkan perhitungan yang tidak akurat. Metode lain yang sering digunakan
untuk pengukuran suhu inti tubuh pada saat melakukan penelitian, biasanya
dengan pengukuran pada rectai. Biasanya temperature rectal lebih tinggi 6°C dari pada suhu oral.
Pengukuran rectal sering dianggap lebih akurat,
tetapi juga masih memiliki kelemahan. Aktivitas yang berat pada suatu kelompok
otot lokal akan menghasilkan suhu yang lebih tinggi pada wilayah tersebut,
sehingga dan menyebabkan terjadi
penyimpangan pada saat pengukuran suhu
inti tubuh. Selain itu biasanya terjadi suhu yang berbeda
pada rectum, oleh karena itu untuk
menghasilkan pengukuran yang lebih akurat,
thermistor harus diletaka: dengan kedalaman 5-8 em pada rectum. Selain
suhu inti, biasanya juga sering dilakukan pengukuran Suhu kulit (skin temperature)
dipengaruhi oleh lingkungan, laju metabolisme, pakaian, dan tingkat hidrasi.
karenanya suhu kulit merujuk pada kemampuan kulit untuk melepaskan panas ke
lingkungan.
Mekanisme pengaturan suhu pada tubuh, dapat
dibedakan menjadi proses fisik dan proses kimiawi. Prinsip kerja pada
pengaturan fisik adalah dengan melakukan pengaturan tahanan pada aliran panas,
sedangkan mekanisme• kerja pengaturan secara kimiawi adalah dengan melakukan
pengaturan pada laju metabolisme tubuh. Suhu tu memiliki korelasi positif dalam proporsinya secara
langsung dengan jumlah panas yang disimpan. Ketika simpanan panas pada tubuh
meningkat, sepertipada saat seseorang mengalami
demam atau sedang berolahraga, maka tubuh akan meningkat. Sebaliknya
ketika simpanan panas tubuh menurun, seperti
pada kondisi hipothermi suhu
tubuh pun akan mengalami penurunan.
Suhu
rata-rata tubuh MBT (Mean Body Temperature) dapat diketahui
dengan melakukan pengukuran inti dan suhu kulit. Hal tersebut dilakukan
dengan cara mengukur suhu rectal, dan mengukur suhu kulit beberapa tempat di
tubuh, kemudian dilakukan perhitungan dengan rumus MBT = (0,33 x suhu kulit) +
(0,67 x suhu rectal) (Roberg dan Robert, 2002).
Dalam keadaan normal suhu inti tubuh relatif stabil,
keadaan ini dapat dipertahankan karena panas terbentuk dari hasil metabolisme
tubuh secara terus menerus dikeluarkan pada lingkungan sekitar. Dengan demikian terdapat keseimbangan antara
pembentukkan dan pengeluaran panas, dan hal
inilah yang menyebabkan tubuh relatif
konstan.
Berbagai
faktor penting yang berperan dalam pembentukkan panas, antara lain
peningkatan ke metabolisme pada waktu aktivitas otot, efek hormon pada sel
meningkat, peningkatan hormon norepinefrin. Peningkatan suhu inti tubuh yang
disebabkan oleh faktor-faktor tesebut dieliminasi dengan pengeluaran panas
melaluik sebagian kecil melalui
pernafasan, fases, dan air kencing.
Sistem pengaturan suhu menggunakan tiga mekanisme
penting untuk menurunkan panas tubuh ketika terlalu tinggi :
a.
Vasodilatasi, pada hampir semua
area tubuh, pembuluh darah kulit berdilatasi dengan kuat disebabkan oleh
hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior yang menyebabkan vasoko
Vasodilatasi penuh akan meningkatkan kecepatan pemindahan panas ke kulit
sebanyak delapan kali lipat.
b.
Berkeringat, peningkatan
temperature tubuh 1°C menyebabkan keringat yang cukupbanyak untuk membuang
sepuluh kali lebih besar kecepatan
metabolisme basal dari pembentukan panas
tubuh.
c.
Penurunan pembentukan panas,
mekanisme yang menyebabkan pembentukan panas berlebihan, seperti menggigil dan
thermogenesis dihambat dengan kuat.
Ketika tubuh terlalu dingin, sistem pengaturan suhu
melakukan prosedur yang sangat berlawanan mekanisme penurunan panas tubuh, yaitu:
a.
Vasokonstriksi kulit di seluruh
tubuh, hal ini disebabkan oleh rangsangan
pusat simpatis hipotalamus posterior.
b.
Piloereksi, "rambut berdiri
pada akarnya".
Rangsangan simpatis menyebabkan otot erektor pili yang melekat ke folikel
rambut berkontraksi yang menyebaban rambut berdiri tegak.
c.
Peningkatan pembentukan panas,
pembentukan panas oleh sistem metabolisme meningkat dengan menggigil,
rangsangan simpatis pembentukan panas, dan sekresi tiroksin.
B. Latihan Olahraga Terhadap Cuaca Panas
Pada awal masa pelatihan dalam lingkungan baru yang lebih panas, atlet
memperlihatkan suatu kemampuan untuk melakukan aktivitas latihannya dengan
durasi dan intensitas yang sama dibandingkan dengan ketika melakukan latihan
pada suatu lingkungan yang sejuk. Penurunan kemampuan membasahi kulit dan
gejala dan tanda-tanda lainnya yang disebabkan oleh tekanan panas biasanya juga
mendampingi peristiwa ini (Hubbard dan Amstrong, 1998).
Setelah beberapa hari melakukan latihan, toleransi atlet terhadap iklim
panas meningkat, terjadi ketika tubuh beradaptasi terhadap kombinasi tekanan
dari panas yang dihasilkan oleh metabolisme internal dan suhu lingkungan yang
tinggi. Kemapuan seseorang untuk beradatasi dan melakukan latihan pada suhu
lingkungan yang panas disebut sebagai aklimatisaasi tubuh terhadap panas,
tergantung pada seberapa besar perubahan suhu yang diakibatkan oleh perubahan
lingkungan dan respon biologis seseorang, proses aklimatisasi mungkin akan
terjadi selama beberapa hari sampai beberapa bulan, berbeda pada satu individu
dan individu lainnya Aklimasi panas mungkin menghasilkan respon yang sama
dengan aklimatisasi, namun aklimasi dicapai
dengan cara mengawasi dan mengatur suhu lingkungan.Beberapa jam latihan
di dalam suatu lingkungan panas menyebabkan dehidrasi dari kedua faktor, baik
kompartemen intrasellular dan extrasellular.
Didalam proses aklimatisasi seseorang kehilangan air melalui
berkeringat, mencapai tiga liter per jam selama latihan keras dan rata-rata
hampir dua belas liter pada hari-hari biasa. Apabila dalam beberapa jam
seseorang mengeluarkan keringat secara intens dapat mengakibatkan kelelahan
pada kelenjar keringat sehingga terjadi ketidakmampuan tubuh untuk mengatur
suhu inti. Sebagai contoh seorang pelari maraton rentan akan kondisi tersebut
karena pelari dapat kehilangan lima liter cairan tubuh selama kompetisi. Dan
itu berarti bahwa pelari dapat mengalami kehilangan cairan tubuh sebanyak 6-10%
dari massa tubuhnya.
Salah satu metode lama yang masih sering digunakan untuk membantu tubuh
dalam rangka beraklimatisasi adalah dengan meletakan handuk di kepala, atau
mandi beberapa saat sebelum pertandingan, sebagai upaya memfasilitasi proses
perpindahan panas secara konduksi. Satu-satunya potensi pengecualian untuk
proses evaporasi tubuh seseorang yang beraklimatisasi dapat ditopang dengan
penggantian cairan dalam jumlah yang cukup.
Tujuan penggantian cairan yang utama akan memelihara protein plasma
sehingga peredaran dan berkeringat dapat terlaksana pada tingkatan optimal.
Mengkonsumsi cairan selama latihan dapat meningkatkan aliran darah ke kulit
untuk mendinginkan dengan lebih efektif dan tidak terikat pada perubahan
didalam volume plasma.Aklimatisasi terhadap panas oleh tubuh biasanya terjadi
dalam kurun waktu 7-14 hari, karena efek fisiologi utamanya terjadi juga pada
rentang waktu tersebut. Untuk memulai latihan pada tempat baru yang lebih
panas, sebaiknya intensitas dan volume latihan dikurangi terlebih dahulu dari
porsi normal, kemudian ditingkatkan sedikit
demi sedikit. lntensitas dan durasi pemanasan juga harus dikurangi untuk
menjaga suhu inti tubuh dari peningkatan berlebih sebelum latihan penuh.
C. Latihan Olahraga Terhadap Cuaca Dingin
Suatu studi telah memperlihatkan bahwa ketika seseorang melakukan
aktivitas atau berolahraga dalam suhu lingkungan yang dingin, pada umumnya
mereka berlatih pada intensitas tertentu yang akan mempertahankan panas tubuh
yang dihasilkan oleh proses metabolisme agar tidak terlalu banyak yang keluar
dari tubuh. Oleh karenanya lebih baik jika aktivitas atau latihan tersebut
tidak dilakukan diluar ruangan atau di alam terbuka.
Suhu lingkungan yang dingin tidak secara cepat berpengaruh pada
kesehatan, karena meskipun udara yang kita hirup untuk bemafas dingin tidak
membuat jantung kita membeku. Ketika kita melakukan olahraga dengan intenssitas
sedang dan melakukan inhalasi udara
melalui hidung dari lingkungan dengan suhu rendah-saat mencapai jantung,
suhu udara yang kita hirup sudah
mengalami perubahan suhu, dan menjadi hangat.Bila kita harus melakukan latihan
atau pertandingan di luar ruangan atau di alam terbuka, berikut adalah
hal-hal yang perlu diperhatikan:
a.
Pada saat volume paru-paru tinggi, yang terjadi pada
saat olahraga dengan intensitas yang tinggi, ketika kita mengkonsumsi udara
melalui mulut dan suhu lingkungan sangat dingin, dapat menyebabkan terjadinya
iritasi pada mulut, pharing, trachea dan bahkan bronchus. Hal tersebut dapat
dicegah dengan menggunakan penutup hidung dan mulut untuk menahan air yang
terkandung dalam ekshalasi pemafasan kita. Hal tersebut dapat membuat nafas
berikutnya lebih lembab dan hangat.
b.
Meskipun kebanyakan orang mampu melakukan intensitas
latihan tertentu untuk mempertahankan pengeluaran panas, jika kelelahan terjadi
pada sesi latihan yang cukup panjang. lntensitas latihan menurun dan hal
tersebut mengurangi kemampuannya untuk memproduksi panas dan menekan pelepasan
panas. Jika pada kondisi tersebut seseorang tidak menggunakan pakaian yang
sesuai dan bisa melindungi tubuhnya,
maka dapat terjadi hypothermia (suhu tubuh yang relatif lebih rendah). Beberapa
orang lebih dapat bertoleransi terhadap
suhu dingin, seperti mereka yang memiliki lebih banyak massa otot, bertubuh
pendek, atau mereka yang memiliki lebih banyak lemak tubuh.
c.
Sebelum melakukan aktivitas di udara terbuka, pastikan
bahwa kecepatan angin masih berada pada kondisiyang nyaman. Kombinasi suhu
lingkungan dan kecepatan angin yang bersuhu kurang dari -22"F, merupakan suhu
yang berbahaya untuk melakukan latihan. Bila suhu lingkungan sangat rendah,
sebaiknya kita mengadaptasi liatihan untuk dapat dilakukan di dalam ruangan.
d.
Menggunakan pakaian yang tepat adalah hal utama yang
mengurangi besarnya persinggungan antara permukaan kulit dengan lingkungan
sekitarnya. Selama melakukan latihan, seseorang mengeluarkan keringat. sebaiknya keringat yang dikeluarkan
dievaporasikan pada udara disekitarnya. Apabila hal initidak terjadi, pakaian justru
dapat mempercepat pelepasan panas dengan konduksidan evaporasi, mengakibatkan
kedinginan. Pakaian berlapis sebaiknya digunakan pada kondisi tersebut, lapisan
yang terdekat dengan tubuh biasanya terbuat dari bahan fiber seperti
polypropylene yang dapat mentransport kelembaban dilepaskan dari permukaan
tubuh ke lapisan.baju selanjutnya untuk di evaporasi, lapisan kedua sebaiknya
bersifat insulator. Di lapisan terluar gunakan jaket yang berfungsi sebagai
pemecah angin dan penahan air. 30-40% panas tubuh dapat dilepaskan hanya
melalui kepala, oleh karena itu sebaiknya digunakan kacamata dan topi sebagai
penahan.
D. VO2 Max
Vo2 Max adalah kemampuan organ pernafasan manusia
untuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya pada saat latihan olahraga atau aktivitas jasmani (Sukadiyanto dan Muluk, (2012:83).
VO2 maks
meningkat disebabkan karena peningkatan aktivitas otot rangka pada saat latihan
dan berdampak pada meningkatnya sebagian konsumsi oksigen, maka otot besar
harus dipergunakan apabila konsumsi oksigen maksimal ingin dicapai. Hal ini
juga akan berpengaruh pada peningkatan kemapuan sistem sirkulasi darah dari
bagian tidak aktif kebagian yang aktif dan kemampuan jaringan untuk menyerap
darah. Dan ini juga berakibat terjadinya perbedaan kandungan oksigen antara
darah di vena dan di arteri, sebagian besar darah yang mengandung oksigen akan
mengalir ke otot yang sedang bekerja (Fox 1998). VO2 maks meningkat
disebabkan karena peningkatan aktivitas otot rangka pada saat latihan dan
berdampak pada meningkatnya sebagian konsumsi oksigen, maka otot besar harus
dipergunakan apabila konsumsi oksigen maksimal ingin dicapai. Hal ini juga akan
berpengaruh pada peningkatan kemapuan sistem sirkulasi darah dari bagian tidak aktif
kebagian yang aktif dan kemampuan jaringan untuk menyerap darah. Dan ini juga berakibat
terjadinya perbedaan kandungan oksigen antara darah di vena dan di arteri,
sebagian besar darah yang mengandung oksigen akan mengalir ke otot yang sedang
bekerja (Fox, 1998).
Konsumsi oksigen maksimal (VO2 maks) merupakan kemampuan
tubuh untuk mengkonsumsi oksigen secara optimal dalam ukuran selang waktu
tertentu, biasanya dalam satuan menit. Ukuran VO2 maks menunjukkan
perbedaan terbesar antara oksigen yang dihisap masuk kedalam paru dan oksigen
yang dihembuskan ke luar paru (Junusul Hairy, 1989:186). Menurut Sukadiyanto dan Muluk (2011:84) VO2
maks dapat dihitung sebagai berikut:
RUMUS: VO2MAX = 133.61 – (13.89
x Waktu
|
1.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi VO2 Max
VO2 maks yang baik
merupakan indikasi kebugaran fisik seseorang itu baik. Unsur yang paling penting
dalam kebugaran jasmani adalah daya tahan
cardiorespirasi atau cardiovasculer.
Daya tahan kardiorespirasi inidipengaruhi
oleh berapa faktor fisiologis antara lain:
a)
Keturunan,
diketahui bahwa 93,4% VO2 maks ditentukan oleh faktor genetik.
b)
Usia, daya tahan
cardiorespirasi meningkat pada usia anak-anak dan kemudian mencapai puncaknya
pada usia 18-20 tahun. Anak-anak yang masih tumbuh dan berkembang (13 tahun)
bila berlatih akan meningkatkan VO2 maks 10-20% lebih besar dari yang tidak terlatih (Faisal
Yunus, 1997).
c)
Jenis kelamin
selama akil baliq tidak ada perbedaan antara VO2 maks antara anak laki-laki dan perempuan. Setelah usia ini VO2
maks perempuan hanya kira-kira 70%-75% laki-laki.
d)
Aktivitas fisik,
laju pemakian oksigen meningkat sejalan dengan meningkatnya intensitas kerja
tergantung sampai tingkat maksimal. Penggunaan oksigen maksimal atau kerja,
aerobik maksimal sangat bervariasi bagi masing-masing individu dan meningkat
dengan pelatihan yang sesuai (Pate, 1993).
E. Sistem Aerobik
Sistem aerobik adalah proses pemenuhan energi menggunakan bantuan
oksigen. Sukadiyanto
dan Muluk (2011: 39) menyatakansistem aerobik berarti ada bantuan oksigen, sehingga metabolisme arobik
adalah menyangkut serentetan reaksi kimiawi yang memerlukan bantuan adanya
oksigen. Setelah proses pemenuhan energi berlangsung selama kira-kira 120
detik, maka asam laktat sudah tidak dapat diresintesis menjadi sumber energy.
Untuk itu, diperlukan oksigen (O2) untuk membantu proses resistensi
asam laktat mejadi sumber energi kembali. Oksigen (O2) diperoleh
melalui sistem pernapasan, yakni dengan menghirup udara. Oksigen yang masuk
melalui sistem pernapasan digunakan untuk membantu pemecahan senyawa glikogen
dan karbohidrat (Bower dkk, 1992). Dengan adanya oksigen, maka pemecahan
glikogen secara penuh menjadi karbondioksida (CO2 dan air (H2O) yang
akan menghasilkan ATP.
Menurut Sukadiyanto
dan Muluk (2011: 40) menyatakan ciri-ciri
aerobik adalah sebagai berikut:
-
Intensitas kerja sedang
-
Lama kerja lebih dari 3 menit
-
Irama gerak (kerja) lancer dan terus –
menerus.(kontinyu)
-
Selama aktivitas menghasilkan karbondioksida
dan air
(CO2 + H2 O)
F. Sistem
Anaerobik
Sistem anaerobik adalah
proses kimiawi yang tidak menggunakan oksigen. Selaras dengan Sukadiyanto dan Muluk
(2011: 37) menyatakan “sistem anaerobik adalah serentan reaksi kimiawi yang
tidak memerlukan adanya oksigen”. Dalam sistem metabolisme energi anaerobik
dibedakan menjadi dua sistem, yaitu (1) aerobik alaktik dan (2) anaerobik
laktik. Sedangkan menurut AcArdle, dkk (1986) sistem anaerobik alaktik adalah
sistem ATP-PC dan sistem aerobik laktik adalah sistem glikolisis (asam laktat).
Dalam proses pemenuhan kebutuhan energi, sistem anaerobik alaktik tidak
menghasilkan asam laktat, sebaliknya sistem energi anaerobik laktik dalam
prosesnya menghasilkan asam laktat. Kedua sistem energi anaerobik tersebut
sama-sama tidak memerlukan bantuan oksigen selama dalam proses pemenuhan
energi.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Kemampuan seseorang untuk beradaptasi terhadap
lingkungan sekitamya berbeda antara satu dan lainya, hal tersebut dapat
terlihat pada tingkat aklimatisasi nya terhadap suhu. Pada saat melakukan
aktivitas atauIatihan pada suhu yang tinggi akan menyebabkan kehilangan banyak
cairan, oleh karena itu tubuh akan menjalankan beberapa mekanisme fisiologis mengeluarkan panas untuk
menstabilkan suhuinti tubuh, dengan tetap memperhatikan dan menjalankan usaha-usaha untuk
menggantikan cairan tubuh yang keluar dengan membawa serta mineral tubuh baik secara internal maupun dengan
usaha eksternal.
Adaptasi fisiologis tubuh saat melakukan latihan di suhu
lingkungan dingin, Penurunan kecepatan sirkulasi di jaringan tepi, mengurangi kecepatan aliran
darah pada ekstremitas dan permukaan kulit dan mekanisme menggigil, sebagai usaha peningkatan laju metabolik yang
disebabkan oleh pelepasan hermon thyroksin dan katekolamin.
Daftar
Rujukan
Chrisly. M., Djon. W., dkk. 2015. Manfaat latihan olahraga aerobik terhadap
Kebugaran fisik manusia. Jurnal e-Biomedik (eBm). 3 (1):
1-6.
Eric. T., Abbie. E. dkk.2014. Metabolic adaptation to weight loss:
implications for the athlete. Journal of the International Society of
Sports Nutrition. 11 (7): 1-7.
Giriwijoyo, Y.S. Santosa. 1992. Ilmu Faal Olahraga. Bandung. Fakultas Pendidikan
Olahraga Kesehatan
/ IKIP Bandung.
Indra, N, E. 2007. Adaptasi
Fisiologis Tubuh Terhadap Latihan Di Suhu Lingkungan
Panas dan Dingin. Yogyakarta. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta.
Sukadiyanto dan Muluk, D. 2011. Pengantar Teori dan Metedologi Melatih Fisik.
Bandung.
Lubuk Agung.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Prinsip Bela Diri Pencak Silat
Oleh : Arif Teguh Santoso Be l a diri seni pencak silat merupakan sarana pendidikan rohani dan jasmani un t uk membentuk sosok hidup /...
-
MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH KesehatanOlahraga yang dibina oleh Bapak Dr. Sugiharto , M. S Oleh Arif Teguh Sant...
-
Arif Teguh Santoso, S.Or SISTEM ENERGI Setiap melakukan olahraga selalu memerlukan energi untuk melakukan aktivitas fisik. Sukadiyanto ...
-
Pengertian Latihan Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratur guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan u...