Sunday, July 2, 2017

Olahraga untuk Performa Atlet

Arif Teguh Santoso, S.Or

Performa atlet merupakan salah satu penentu kemenangan pada sebuah pertandingan. Performa atlet pada sebuah pertandingan berhubungan dengan berbagai hal, yaitu kemampuan yang dimiliki, psikologi atlet saat bertanding, kebugaran jasmani atlet, latihan yang dilaksanakan sebelum pertandingan dan didukung oleh asupan karbohidrat selama pertandingan serta status hidrasi (Armina Immawati, 2011: 1).
Kebugaran jasmani sangat diperlukan oleh atlet agar dapat menjaga performanya selama menjadi atlet. Kebugaran jasmani dapat menunjang penguasaan teknik, taktik, dan kematangan mental bertanding. Setiap cabang olahraga menuntut kebugaran jasmani yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristiknya. Selain itu kebugaran jasmani juga mempunyai dasar fisiologis yang berbeda satu sama lain, tidak semua cabang olahraga menuntut komponen-komponen kebugaran yang sama (Pranatahadi, 2008: 51).
Kebugaran jasmani merupakan kesanggupan dan kemampuan tubuh untuk melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap pembebasan fisik yang diberikan tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Tidak menimbulkan kelelahan  yang berarti maksudnya adalah setelah seseorang melakukan suatu kegiatan atau aktivitas, masih mempunyai cukup semangat dan tenaga untuk menikmati waktu senggangnya dan untuk keperluan-keperluan lainnya yang bersifat mendadak.
Kebugaran jasmani dapat diperoleh dengan cara latihan. Djoko Pekik Irianto, dkk (2009: 1), menyatakan bahwa latihan merupakan langkah penyempurnaan berolahraga melalui pendekatan ilmiah, khususnya prinsip-prinsip pendidikan, secara teratur dan terencana sehingga mempertinggi kemampuan dan kesiapan olahragawan. Latihan juga merupakan suatu program pengembangan atlet untuk bertanding, berupa peningkatan keterampilan dan kapasitas energi. Untuk mendapatkan hasil latihan yang maksimal maka diperlukan proses yang sistematis untuk meningkatkan kebugaran atlet sesuai dengan cabang olahraga yang dipilih.
Latihan pada dasarnya adalah pemberian beban pada tubuh sehingga menimbulkan tanggapan tubuh berupa respon dan adaptasi. Respon merupakan tanggapan langsung tubuh saat proses latihan yang bersifat sementara, meliputi dada berdebar, detak jantung meningkat, frekuensi nafas meningkat, suhu tubuh meningkat, keringat bertambah banyak, terasa mual dan sesak nafas. Sedangkan adaptasi merupakan tanggapan tubuh terhadap pembebanan latihan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama dan bersifat relative permanen, meliputi: adaptasi morfologis, fisiologis-biokemis, dan psikologis (Djoko Pekik Irianto, dkk, 2009: 6). Pernyataan ahli tersebut dapa ditarik kesimpulan bahwa dalam proses berlatih melatih diperlukan berbagai pengetahuan pendukung agar latihan dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Pengetahuan pendukung tersebut seperti pengetahuan tentang anatomi, fisiologi, biomekanik, pengukuran, psikologi, ilmu gizi, dan sebagainya. Keberhasilan dalam proses latihan sangat tergantung dari kualitas latihan yang dilaksanakan, karena proses latihan merupakan perpaduan kegiatan dari berbagai factor pendukung. Kualitas latihan terutama ditentukan oleh keadaan dan kemampuan pelatih serta olahragawan. Keduanya harus memiliki kemampuan, kemauan, dan komitmen yang tinggi untuk memperoleh hasil yang terbaik. Pada atlet harus mempunyai kesiapan seperti factor fisik, teknik, taktik, psikis, dan sosiologi. Sedangkan pada pelatih harus mempunyai kesiapan seperti perencanaan, penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi dari proses berlatih dan melatih (Sukadiyanto dan Dangsina Muluk, 2011: 3).
1.    Sasaran Latihan
Latihan mempunyai sasaran yang diperlukan sebagai pedoman dan arah yang diacu oleh pelatih maupun atlet dalam menjalankan program latihan. Diantaranya menurut Djoko Pekik Irianto, dkk ( 2009: 2), yaitu:
a.    Perkembangan Fisik Multilateral
Atlet memerlukan pengembangan fisik secara menyeluruh (multilateral) berupa kebugaran sebagai dasar pengembangan aspek lainnya yang diperlukan untuk mendukung prestasinya.
b.    Perkembangan Fisik Khusus Cabang Olahraga
Setiap atlet memerlukan persiapan fisik khusus sesuai cabang olahraganya, misalnya pemain voli memerlukan power otot tungkai yang baik, dan pesenam memerlukan kelentukan yang sempurna.
c.    Faktor Teknik
d.   Kemampuan biomotor seorang atlet dikembangkan berdasarkan kebutuhan teknik cabang olahraga tertentu untuk meningkatkan efesiensi gerakan.
e.    Faktor Taktik
Siasat memenangkan pertandingan merupakan bagian dari tujuan latihan dengan mempertimbangkan kemampuan kawan, kekuatan dan kelemahan lawan serta kondisi lingkungan.
f.     Aspek Psikologis
Kematangan psikologis diperlukan untuk mendukung prestasi atlet. Latihan psikologis bertujuan meningkatkan disiplin, semangat, daya juang, kepercayaan diri dan keberanian.
g.    Faktor Kesehatan
Kesehatan merupakan bekal yang perlu dimiliki seorang atlet, sehingga perlu pemeriksaan secara teratur dan perlakuan (treatment) untuk mempertahankannya.
h.    Pencegahan Cedera
Cedera merupakan peristiwa yang paling ditakuti oleh atlet, untuk itu perlu upaya pencegahan melalui peningkatan kelentukan sendi, kelenturan, dan kekuatan otot.

Upaya menyiapkan atlet yang mempunyai performa prima diperlukan system pembinaan dalam waktu lama yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Salah satu model pembinaan yang dapat dilakukan antara lain meliputi: kegiatan rekreatif, keterampilan tingkat dasar, keterampilan tingkat menengah dan keterampilan tingkat tinggi. Djoko Pekik Irianto, dkk (2009: 5), menyatakan bahwa pembinaan atlet menuju puncak prestasi dilakukan berdasarkan piramida pembinaan prestasi olahraga terdiri atas 3 tahapan, yaitu pemasalan, pembibitan, dan prestasi.

Hal serupa 


AKLIMATISASI LATIHAN OLAHRAGA DI LINGKUNGAN PANAS DAN DINGIN

 
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
KesehatanOlahraga
yang dibina oleh Bapak Dr. Sugiharto, M. S


Oleh
Arif Teguh Santoso
120621434445






UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
JURUSAN ILMU KEOLAHRAGAAN
 




BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Kesehatan olahraga adalah sekumpulan Ilmu-ilmu yang membahas segala permasalahan kesehatan yang berkaitan dengan olahraga. Olahraga di samping sebagai tujuan yaitu mencapai prestasi dalam olahraga  prestasi,  hakikatnya adalah  juga alat  untuk meningkatkan derajat kesehatan, yang berarti meningkatkan mutu sumber daya manusia. Dengan demikian maka konsep dasar kesehatan olahraga adalah pembinaan mutu sumber  daya manusia menuju sehat seutuhnya sesuai rumusan sehat Organissasi Kesehatan Dunia  (WHO).
Untuk mencapai olahraga selain Pengaturan latihan yang benar faktor lingkungan juga sangat penting. Seperti yang diungkapkan Gallahue dan Ozmun (1998:204-205) menyatakan lingkungan tempat tinggal seperti temperatur, iklim, ketinggian tempat tinggal, akan berdampak terhadap perubahan fisiologis seseorang, lingkungan tempat tingggal akan berdampak pada terjadinya adaptasi fisiologis seseorang (Gallahue dan Ozmun, 1998:204-205). Adaptasi fisiologis merupakan perubahan sistem fisiologi yang terjadi di tubuhpada saat seseorang berolahraga. Dengan mengetahui perubahan yang terjadi di tubuh, seseorang dapat merancang suatu program olahraga untuk mendapatkan perubahan optimal sesuai dengan yang diharapkan.
Semakin tinggi suatu daerah dari permukaan air laut maka kadar oksigenya (O2) semakin sedikit. Dengan adanya perbedaan tekanan parsial oksigen (PO2) yang terdapat di dataran rendah dan dataran tinggi, akan berpengaruh juga pada jumlah hemoglobin (Hb) dalam butir-butir sel darah merah. Dataran tinggi atau di daerah pegunungan kadar oksigen dalam udara akan menurun. Agar tubuh tetap mendapat jatah oksigen, maka alat angkutnya yang diperbanyak, yakni jumlah hemoglobin (Hb) dalam sel darah merah akan bertambah. Pada daerah yang tinggi seperti di pegunungan kadar oksigen dan tekanannya lebih kecil dibandingkan dengan daerah pesisir atau dataran rendah. Karenanya perlu adaptasi fisiologis atau aklimatisasi bagi orang yang tinggal di dataran tinggi atau di pegunungan, aklimatisasi ini terjadi sejak seseorang lahir. Salah satu adaptasi fisiologis yang terjadi yakni: kapasitas paru lebih besar dan kadar hemoglobin (Hb) darah menjadi tinggi (Nala, 1992:184).
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud aklimatisasi latihan olahraga di tempat bersuhu panas dan dingin?
2.      Bagaimanakah proses fisiologis latihan olahraga yang baik saat berada di tempat panas dan dingin?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui bagaimana aklimatisasi latihan olahraga di tempat suhu panas dan dingin.
2.      Untuk mengetahui bagaimana proses fisiologis saat berolahraga di tempat bersuhu panas dan dingin.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Suhu
Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas (Marie. B dan Hoehn dalam  Mc Callum, 2012 ). Jika tingkat panas yang dihasilkan setara dengan tingkat panas yang hilang, suhu tubuh inti akan stabil.
1.      Mekanisme Pengaturan Suhu Tubuh Manusia
Mekanisme tubuh untuk mempertahankan keseimbangan suhu internal disebut thermoregulasi,  mekanisme ini sangat  efektif dalam pengaturan suhu tubuh dibawah kondisi normal, thermoregulasi bisa saja tidak dilaksanakan tugasnya dengan baik ketika seseorang terpapar oleh suhu yang panas maupun dingin, untungnya tubuh kita memiliki kemampuan beradaptasi pada stress yang timbul akibat perbedaan suhu lingkungan.
Suhu tubuh yang konstan bergantung pada kemampuan seseorang untuk menyeimbangkan antara produksi panas tubuh, akibat proses metabolisme dalam tubuh dan suhu lingkungan, dengan jumlah panas yang dilepaskan.  Fungsi dari sistem pengaturan suhu tubuh, pada saat istirahat, aktivitas keseharian, maupun pada Saat latihan memiliki komponen utama sebagai berikut:
a.       Pusat  pengaturan suhu (thermoregulatory center), terdapat di hypotalamus yang berfungsi sebagai koordinator informasi yang masuk melalui sensor (afektor), untuk kemudian memberikan reaksi lanjutan.
b.      Reseptor suhu (thermoreseptor) merupakan reseptor sensoris, terbagi menjadi dua, reseptor pusat (Central reseptor) pada hypothalamus dan reseptor tepi (peripheral reseptor) yang terdapat pada kulit. sangat stimulus suhu panas dan dingin, dan memberikan input pada pusat pengaturan suhu yang terletak di sistem syaraf pusat.

2.      Suhu Tubuh Normal Manusia
Rata – rata suhu tubuh manusia normal adalah berkisar antara 36.5 sampai 37.5°C, pada pagi hari Bisa berkurang  sarnpai 36°C, dan pada saat latihan suhu tubuh dapat meningkat sampai mendekati40°C tanpa efek sakit karena perubahan tersebut merupakan kondisi fisiologis yang normal.  Suhu tubuh juga dapat meningkatkan adanya perbedaan suhu lingkungan dan kelembaban udara yang relatif tinggi  (Brukner dan Purba,2006).
Suhu tubuh biasanya didefinisikan sebagai suhu dari hipotalamus, pusat pengaturan suhu tubuh.  Metode yang paling digunakan untuk mengaukur suhu inti tubuh adalah secara oral, meskipun memiliki beberapa saat berolahraga, peningkatan ventilasi paru akan menyebabkan terjadinya evaporasi, yang kemudian menyebabkan penurunan suhu pada thermometer, sehingga menghasilkan perhitungan yang tidak akurat. Metode lain yang sering digunakan untuk pengukuran suhu inti tubuh pada saat melakukan penelitian, biasanya dengan pengukuran pada rectai. Biasanya temperature  rectal lebih tinggi 6°C dari pada suhu oral.
Pengukuran rectal sering dianggap lebih akurat, tetapi juga masih memiliki kelemahan. Aktivitas yang berat pada suatu kelompok otot lokal akan menghasilkan suhu yang lebih tinggi pada wilayah tersebut, sehingga dan menyebabkan terjadi  penyimpangan pada saat pengukuran suhu  inti  tubuh.  Selain itu biasanya terjadi suhu yang berbeda pada  rectum, oleh karena itu untuk menghasilkan pengukuran yang lebih akurat,  thermistor harus diletaka: dengan kedalaman 5-8 em pada rectum. Selain suhu inti, biasanya juga sering dilakukan pengukuran Suhu kulit (skin temperature) dipengaruhi oleh lingkungan, laju metabolisme, pakaian, dan tingkat hidrasi. karenanya suhu kulit merujuk pada kemampuan kulit untuk melepaskan panas ke lingkungan.
Mekanisme pengaturan suhu pada tubuh, dapat dibedakan menjadi proses fisik dan proses kimiawi. Prinsip kerja pada pengaturan fisik adalah dengan melakukan pengaturan tahanan pada aliran panas, sedangkan mekanisme• kerja pengaturan secara kimiawi adalah dengan melakukan pengaturan pada laju metabolisme tubuh. Suhu tu memiliki  korelasi positif dalam proporsinya secara langsung dengan jumlah panas yang disimpan. Ketika simpanan panas pada tubuh meningkat, sepertipada saat seseorang mengalami  demam atau sedang berolahraga, maka tubuh akan meningkat. Sebaliknya ketika simpanan panas tubuh menurun, seperti  pada kondisi  hipothermi suhu tubuh pun akan mengalami penurunan.
Suhu  rata-rata tubuh MBT (Mean Body Temperature) dapat  diketahui  dengan melakukan pengukuran inti dan suhu kulit. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengukur suhu rectal, dan mengukur suhu kulit beberapa tempat di tubuh, kemudian dilakukan perhitungan dengan rumus MBT = (0,33 x suhu kulit) + (0,67 x suhu rectal) (Roberg dan Robert, 2002).
Dalam keadaan normal suhu inti tubuh relatif stabil, keadaan ini dapat dipertahankan karena panas terbentuk dari hasil metabolisme tubuh secara terus menerus dikeluarkan pada lingkungan sekitar.  Dengan demikian terdapat keseimbangan antara pembentukkan dan pengeluaran panas, dan hal  inilah yang menyebabkan tubuh relatif  konstan.
Berbagai  faktor penting yang berperan dalam pembentukkan panas, antara lain peningkatan ke metabolisme pada waktu aktivitas otot, efek hormon pada sel meningkat, peningkatan hormon norepinefrin. Peningkatan suhu inti tubuh yang disebabkan oleh faktor-faktor tesebut dieliminasi dengan pengeluaran panas melaluik sebagian kecil melalui  pernafasan, fases, dan air kencing.
Sistem pengaturan suhu menggunakan tiga mekanisme penting untuk menurunkan panas tubuh ketika terlalu tinggi :
a.       Vasodilatasi, pada hampir semua area tubuh, pembuluh darah kulit berdilatasi dengan kuat disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior yang menyebabkan vasoko Vasodilatasi penuh akan meningkatkan kecepatan pemindahan panas ke kulit sebanyak delapan kali lipat.
b.      Berkeringat, peningkatan temperature tubuh 1°C menyebabkan keringat yang cukupbanyak untuk membuang sepuluh kali  lebih besar kecepatan metabolisme basal  dari pembentukan panas tubuh.
c.       Penurunan pembentukan panas, mekanisme yang menyebabkan pembentukan panas berlebihan, seperti menggigil dan thermogenesis dihambat  dengan kuat.
Ketika tubuh terlalu dingin, sistem pengaturan suhu melakukan prosedur yang sangat berlawanan mekanisme penurunan panas tubuh, yaitu:
a.       Vasokonstriksi kulit di seluruh tubuh, hal ini disebabkan oleh rangsangan  pusat simpatis hipotalamus posterior.
b.      Piloereksi, "rambut berdiri pada akarnya". Rangsangan simpatis menyebabkan otot erektor pili yang melekat ke folikel rambut berkontraksi yang menyebaban rambut berdiri tegak.
c.       Peningkatan pembentukan panas, pembentukan panas oleh sistem metabolisme meningkat dengan menggigil, rangsangan simpatis pembentukan panas, dan sekresi tiroksin.


B.     Latihan Olahraga Terhadap Cuaca Panas
Pada awal masa pelatihan dalam lingkungan baru yang lebih panas, atlet memperlihatkan suatu kemampuan untuk melakukan aktivitas latihannya dengan durasi dan intensitas yang sama dibandingkan dengan ketika melakukan latihan pada suatu lingkungan yang sejuk. Penurunan kemampuan membasahi kulit dan gejala dan tanda-tanda lainnya yang disebabkan oleh tekanan panas biasanya juga mendampingi peristiwa ini (Hubbard dan Amstrong, 1998).
Setelah beberapa hari melakukan latihan, toleransi atlet terhadap iklim panas meningkat, terjadi ketika tubuh beradaptasi terhadap kombinasi tekanan dari panas yang dihasilkan oleh metabolisme internal dan suhu lingkungan yang tinggi. Kemapuan seseorang untuk beradatasi dan melakukan latihan pada suhu lingkungan yang panas disebut sebagai aklimatisaasi tubuh terhadap panas, tergantung pada seberapa besar perubahan suhu yang diakibatkan oleh perubahan lingkungan dan respon biologis seseorang, proses aklimatisasi mungkin akan terjadi selama beberapa hari sampai beberapa bulan, berbeda pada satu individu dan individu lainnya Aklimasi panas mungkin menghasilkan respon yang sama dengan aklimatisasi, namun aklimasi dicapai  dengan cara mengawasi dan mengatur suhu lingkungan.Beberapa jam latihan di dalam suatu lingkungan panas menyebabkan dehidrasi dari kedua faktor, baik kompartemen intrasellular dan extrasellular.  Didalam proses aklimatisasi seseorang kehilangan air melalui berkeringat, mencapai tiga liter per jam selama latihan keras dan rata-rata hampir dua belas liter pada hari-hari biasa. Apabila dalam beberapa jam seseorang mengeluarkan keringat secara intens dapat mengakibatkan kelelahan pada kelenjar keringat sehingga terjadi ketidakmampuan tubuh untuk mengatur suhu inti. Sebagai contoh seorang pelari maraton rentan akan kondisi tersebut karena pelari dapat kehilangan lima liter cairan tubuh selama kompetisi. Dan itu berarti bahwa pelari dapat mengalami kehilangan cairan tubuh sebanyak 6-10% dari massa tubuhnya.
Salah satu metode lama yang masih sering digunakan untuk membantu tubuh dalam rangka beraklimatisasi adalah dengan meletakan handuk di kepala, atau mandi beberapa saat sebelum pertandingan, sebagai upaya memfasilitasi proses perpindahan panas secara konduksi. Satu-satunya potensi pengecualian untuk proses evaporasi tubuh seseorang yang beraklimatisasi dapat ditopang dengan penggantian cairan dalam jumlah yang cukup.
Tujuan penggantian cairan yang utama akan memelihara protein plasma sehingga peredaran dan berkeringat dapat terlaksana pada tingkatan optimal. Mengkonsumsi cairan selama latihan dapat meningkatkan aliran darah ke kulit untuk mendinginkan dengan lebih efektif dan tidak terikat pada perubahan didalam volume plasma.Aklimatisasi terhadap panas oleh tubuh biasanya terjadi dalam kurun waktu 7-14 hari, karena efek fisiologi utamanya terjadi juga pada rentang waktu tersebut. Untuk memulai latihan pada tempat baru yang lebih panas, sebaiknya intensitas dan volume latihan dikurangi terlebih dahulu dari porsi normal, kemudian ditingkatkan sedikit  demi sedikit. lntensitas dan durasi pemanasan juga harus dikurangi untuk menjaga suhu inti tubuh dari peningkatan berlebih sebelum latihan penuh.

C.    Latihan Olahraga Terhadap Cuaca Dingin
Suatu studi telah memperlihatkan bahwa ketika seseorang melakukan aktivitas atau berolahraga dalam suhu lingkungan yang dingin, pada umumnya mereka berlatih pada intensitas tertentu yang akan mempertahankan panas tubuh yang dihasilkan oleh proses metabolisme agar tidak terlalu banyak yang keluar dari tubuh. Oleh karenanya lebih baik jika aktivitas atau latihan tersebut tidak dilakukan diluar ruangan atau di alam terbuka.
Suhu lingkungan yang dingin tidak secara cepat berpengaruh pada kesehatan, karena meskipun udara yang kita hirup untuk bemafas dingin tidak membuat jantung kita membeku. Ketika kita melakukan olahraga dengan intenssitas sedang dan  melakukan inhalasi udara melalui hidung dari lingkungan dengan suhu rendah-saat mencapai jantung, suhu  udara yang kita hirup sudah mengalami perubahan suhu, dan menjadi hangat.Bila kita harus melakukan latihan atau pertandingan di luar ruangan atau di alam terbuka, berikut adalah hal-hal  yang perlu diperhatikan:
a.       Pada saat volume paru-paru tinggi, yang terjadi pada saat olahraga dengan intensitas yang tinggi, ketika kita mengkonsumsi udara melalui mulut dan suhu lingkungan sangat dingin, dapat menyebabkan terjadinya iritasi pada mulut, pharing, trachea dan bahkan bronchus. Hal tersebut dapat dicegah dengan menggunakan penutup hidung dan mulut untuk menahan air yang terkandung dalam ekshalasi pemafasan kita. Hal tersebut dapat membuat nafas berikutnya lebih lembab dan hangat.
b.      Meskipun kebanyakan orang mampu melakukan intensitas latihan tertentu untuk mempertahankan pengeluaran panas, jika kelelahan terjadi pada sesi latihan yang cukup panjang. lntensitas latihan menurun dan hal tersebut mengurangi kemampuannya untuk memproduksi panas dan menekan pelepasan panas. Jika pada kondisi tersebut seseorang tidak menggunakan pakaian yang sesuai dan bisa melindungi  tubuhnya, maka dapat terjadi hypothermia (suhu tubuh yang relatif lebih rendah). Beberapa orang lebih dapat  bertoleransi terhadap suhu dingin, seperti mereka yang memiliki lebih banyak massa otot, bertubuh pendek, atau mereka yang memiliki lebih banyak lemak tubuh.
c.       Sebelum melakukan aktivitas di udara terbuka, pastikan bahwa kecepatan angin masih berada pada kondisiyang nyaman. Kombinasi suhu lingkungan dan kecepatan angin yang bersuhu kurang dari -22"F, merupakan suhu yang berbahaya untuk melakukan latihan. Bila suhu lingkungan sangat rendah, sebaiknya kita mengadaptasi liatihan untuk dapat dilakukan di dalam ruangan.
d.      Menggunakan pakaian yang tepat adalah hal utama yang mengurangi besarnya persinggungan antara permukaan kulit dengan lingkungan sekitarnya. Selama melakukan latihan, seseorang mengeluarkan keringat.  sebaiknya keringat yang dikeluarkan dievaporasikan pada udara disekitarnya. Apabila hal initidak terjadi, pakaian justru dapat mempercepat pelepasan panas dengan konduksidan evaporasi, mengakibatkan kedinginan. Pakaian berlapis sebaiknya digunakan pada kondisi tersebut, lapisan yang terdekat dengan tubuh biasanya terbuat dari bahan fiber seperti polypropylene yang dapat mentransport kelembaban dilepaskan dari permukaan tubuh ke lapisan.baju selanjutnya untuk di evaporasi, lapisan kedua sebaiknya bersifat insulator. Di lapisan terluar gunakan jaket yang berfungsi sebagai pemecah angin dan penahan air. 30-40% panas tubuh dapat dilepaskan hanya melalui kepala, oleh karena itu sebaiknya digunakan kacamata dan topi sebagai penahan.

D.    VO2 Max
Vo2 Max adalah kemampuan organ pernafasan manusia untuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya pada saat latihan olahraga atau aktivitas jasmani (Sukadiyanto dan Muluk, (2012:83).

VO2 maks meningkat disebabkan karena peningkatan aktivitas otot rangka pada saat latihan dan berdampak pada meningkatnya sebagian konsumsi oksigen, maka otot besar harus dipergunakan apabila konsumsi oksigen maksimal ingin dicapai. Hal ini juga akan berpengaruh pada peningkatan kemapuan sistem sirkulasi darah dari bagian tidak aktif kebagian yang aktif dan kemampuan jaringan untuk menyerap darah. Dan ini juga berakibat terjadinya perbedaan kandungan oksigen antara darah di vena dan di arteri, sebagian besar darah yang mengandung oksigen akan mengalir ke otot yang sedang bekerja (Fox 1998). VO2 maks meningkat disebabkan karena peningkatan aktivitas otot rangka pada saat latihan dan berdampak pada meningkatnya sebagian konsumsi oksigen, maka otot besar harus dipergunakan apabila konsumsi oksigen maksimal ingin dicapai. Hal ini juga akan berpengaruh pada peningkatan kemapuan sistem sirkulasi darah dari bagian tidak aktif kebagian yang aktif dan kemampuan jaringan untuk menyerap darah. Dan ini juga berakibat terjadinya perbedaan kandungan oksigen antara darah di vena dan di arteri, sebagian besar darah yang mengandung oksigen akan mengalir ke otot yang sedang bekerja (Fox, 1998).
Konsumsi oksigen maksimal (VO2 maks) merupakan kemampuan tubuh untuk mengkonsumsi oksigen secara optimal dalam ukuran selang waktu tertentu, biasanya dalam satuan menit. Ukuran VO2 maks menunjukkan perbedaan terbesar antara oksigen yang dihisap masuk kedalam paru dan oksigen yang dihembuskan ke luar paru (Junusul Hairy, 1989:186). Menurut Sukadiyanto dan Muluk (2011:84) VO2 maks dapat dihitung sebagai berikut:

RUMUS: VO2MAX = 133.61 – (13.89 x Waktu
 


1.      Faktor-faktor yang mempengaruhi VO2 Max
VO2 maks yang baik merupakan indikasi kebugaran fisik seseorang itu baik. Unsur yang paling penting dalam kebugaran jasmani adalah daya tahan  cardiorespirasi  atau cardiovasculer. Daya tahan kardiorespirasi  inidipengaruhi oleh berapa faktor fisiologis antara lain:
a)      Keturunan, diketahui bahwa 93,4% VO2 maks ditentukan oleh faktor genetik.
b)      Usia, daya tahan cardiorespirasi meningkat pada usia anak-anak dan kemudian mencapai puncaknya pada usia 18-20 tahun. Anak-anak yang masih tumbuh dan berkembang (13 tahun) bila berlatih akan meningkatkan VO2 maks 10-20% lebih besar dari yang tidak terlatih (Faisal Yunus, 1997).
c)      Jenis kelamin selama akil baliq tidak ada perbedaan antara VO2 maks antara anak laki-laki dan perempuan. Setelah usia ini VO2 maks perempuan hanya kira-kira 70%-75% laki-laki. 
d)     Aktivitas fisik, laju pemakian oksigen meningkat sejalan dengan meningkatnya intensitas kerja tergantung sampai tingkat maksimal. Penggunaan oksigen maksimal atau kerja, aerobik maksimal sangat bervariasi bagi masing-masing individu dan meningkat dengan pelatihan yang sesuai (Pate, 1993). 

E.     Sistem Aerobik
Sistem aerobik adalah proses pemenuhan energi menggunakan bantuan oksigen. Sukadiyanto dan Muluk (2011: 39) menyatakansistem aerobik berarti ada bantuan oksigen, sehingga metabolisme arobik adalah menyangkut serentetan reaksi kimiawi yang memerlukan bantuan adanya oksigen. Setelah proses pemenuhan energi berlangsung selama kira-kira 120 detik, maka asam laktat sudah tidak dapat diresintesis menjadi sumber energy. Untuk itu, diperlukan oksigen (O2) untuk membantu proses resistensi asam laktat mejadi sumber energi kembali. Oksigen (O2) diperoleh melalui sistem pernapasan, yakni dengan menghirup udara. Oksigen yang masuk melalui sistem pernapasan digunakan untuk membantu pemecahan senyawa glikogen dan karbohidrat (Bower dkk, 1992). Dengan adanya oksigen, maka pemecahan glikogen secara penuh menjadi karbondioksida (CO2 dan air (H2O) yang akan menghasilkan ATP.
Menurut Sukadiyanto dan Muluk (2011: 40) menyatakan ciri-ciri aerobik adalah sebagai berikut:
-          Intensitas kerja sedang
-          Lama kerja lebih dari 3 menit
-          Irama gerak (kerja) lancer dan terus – menerus.(kontinyu)
-          Selama aktivitas menghasilkan karbondioksida dan air
(CO2 + H2 O)

F.     Sistem Anaerobik
Sistem anaerobik adalah proses kimiawi yang tidak menggunakan oksigen. Selaras dengan Sukadiyanto dan Muluk (2011: 37) menyatakan “sistem anaerobik adalah serentan reaksi kimiawi yang tidak memerlukan adanya oksigen”. Dalam sistem metabolisme energi anaerobik dibedakan menjadi dua sistem, yaitu (1) aerobik alaktik dan (2) anaerobik laktik. Sedangkan menurut AcArdle, dkk (1986) sistem anaerobik alaktik adalah sistem ATP-PC dan sistem aerobik laktik adalah sistem glikolisis (asam laktat). Dalam proses pemenuhan kebutuhan energi, sistem anaerobik alaktik tidak menghasilkan asam laktat, sebaliknya sistem energi anaerobik laktik dalam prosesnya menghasilkan asam laktat. Kedua sistem energi anaerobik tersebut sama-sama tidak memerlukan bantuan oksigen selama dalam proses pemenuhan energi.

BAB III
KESIMPULAN

A.    Kesimpulan
Kemampuan seseorang untuk beradaptasi terhadap lingkungan sekitamya berbeda antara satu dan lainya, hal tersebut dapat terlihat pada tingkat aklimatisasi nya terhadap suhu. Pada saat melakukan aktivitas atauIatihan pada suhu yang tinggi akan menyebabkan kehilangan banyak cairan, oleh karena itu tubuh akan menjalankan beberapa  mekanisme fisiologis mengeluarkan panas untuk menstabilkan suhuinti tubuh, dengan tetap memperhatikan  dan menjalankan usaha-usaha untuk menggantikan cairan tubuh yang keluar dengan membawa serta mineral  tubuh baik secara internal maupun dengan usaha eksternal.
Adaptasi fisiologis tubuh saat melakukan latihan di suhu lingkungan dingin, Penurunan kecepatan sirkulasi di  jaringan tepi, mengurangi kecepatan aliran darah pada ekstremitas dan permukaan kulit dan mekanisme menggigil,  sebagai usaha peningkatan laju metabolik yang disebabkan oleh pelepasan hermon thyroksin dan katekolamin.



Daftar Rujukan
Chrisly. M., Djon. W., dkk. 2015. Manfaat latihan olahraga aerobik terhadap
Kebugaran fisik manusia. Jurnal e-Biomedik (eBm). 3 (1): 1-6.

Eric. T., Abbie. E. dkk.2014. Metabolic adaptation to weight loss: implications for the athlete. Journal of the International Society of Sports Nutrition. 11 (7): 1-7.

Giriwijoyo, Y.S. Santosa. 1992. Ilmu Faal Olahraga. Bandung. Fakultas Pendidikan
Olahraga Kesehatan / IKIP Bandung.

Indra, N, E. 2007. Adaptasi Fisiologis Tubuh Terhadap Latihan Di Suhu Lingkungan
Panas dan Dingin. Yogyakarta. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta.

Sukadiyanto dan Muluk, D. 2011. Pengantar Teori dan Metedologi Melatih Fisik.
Bandung. Lubuk Agung.


Prinsip Bela Diri Pencak Silat

  Oleh : Arif Teguh Santoso   Be l a diri seni pencak silat merupakan sarana pendidikan rohani dan jasmani un t uk   membentuk sosok hidup /...